Parakan, Tempat Mengarak Ikan

Parakan, Tempat Mengarak Ikan
04 Sep 2010
? Hiburan
? Pikiran Rakyat
DI Bandung ada nama tempat, seperti Parakan, Parakansaat, Parakan-muncang, dan lain-lain. Nama-nama geografis itu erat sekali hubungannya dengan rona air. Hal ini menjadi wajar, karena rona bumi Bandung itu berupa cekungan yang dikelilingi gunung-guhung, sehingga banyak lahan basah di kawasan terendahnya.
Pada masa prasejarah, letusan Gunung Sunda yang maha dahsyat itu, material vulkanik-nya membendung Ci Taram di utara Padalarang, menyebabkan cekungan itu menjadi penampung air. \Ting kemudian menjadi Danau Bandung purba yang sangat luas. Pembendungan terjadi antara 128.000-105.000 tahun yang lalu, membentuk danau kembar Danau Bandung purba timur dan Danau Bandung purba barat, yang secara keseluruhan membentang antara Cicalengka hingga Rajamandala. antara jalan Martadinata hingga Majalaya.
Danau ini mencapai puncaknya pada 36.000 tahun jung lalu, dengan paras tertinggi Danau Bandung purba mencapai kontur 725 meter di atas permukaan laut (m.dpl.). Danau ini kemudian bedah, bobol di antara Puncak Larang dan Pasir Kiara untuk Danau Bandung purba barat, dan di Curtig Jompong untuk Danau Bandung purba timur.
Sejak itulah, secara perlahan, air Danau Bandung purba menyusut, tetapi tidak mengering seluruhnya, hanya menyisakan gena-ngan-genangan air yang mahaluas. Genangan-genangan air yang luas itu disebut ranca/rawa, situ, yang kemudian dikelola menjadi balong /kolam, dan balonggede/empang. Keadaan rona Bumi itulah yang menyebabkan di Bandung banyak nama geografis yang berhubungan dengan air, dengan menggunakan kata ranca. rawa, dono, beber, nam-bo, dan lain-lain.
Mengelola kawasan berair ini konon adalah gagasan Bupati Bandung pertama, sehingga masyarakat Bandung saat itu mendapatkan keuntungan ganda, pertama nyamuk yang sangat mengganggu itu menjadi hilang karena jentikny.i menjadi makanan ikan, dan masyarakat dapat mengonsumsi ikan, sehingga gizinya menjadi baik, dan kelebihan produksi ikannya dapat dijual.
Di kemudian hari kita mengenal bagaimana ikan mas khas Majalaya itu dapat menguasai pasar ikan air tawar. Kualitas prima itulah yang menjadikan ikan mas ini terkenal dan digemari.
Di ranca, di rawa itulah masyarakat Bandung menangkap ikan dengan cara me-marak. Karena perkembangan zaman, manusia yang datang ke Bandung semakin hari semakin banyak, maka ranca-ranca itu dikeringkan, lalu dialihfungsikan menjadi tempat bermukim. Tempat me-maraJt yang kemudian berubah menjadi permukiman, sebagian dia-badikan menjadi nama-nama geografis kawasan itu, seperti Parakan, Parakansaat, Parakanmuncang.
Menggiring, bukan mengeringkan
Parakan itu berasal dari kata pa-arak-an.
Arak, artinya giring, menggiring. Bagi yang biasa marak di sungai, di ranca. di situ, pastilah faham, marak itu tidaklah pernah sampai mengeringkan air yang ada di dalam sungai atau rawa, karena pekerjaan itu mustahil untuk dikerjakan.
Memang, ada bagian dari sungai yang akan diparak itu dibendung terlebih dahulu dengan batu yang sela-selanya dicocofa/disumbat rumput. Atau, kalau di rawa-rawa, marak itu malah cukup hanya dengan cara memagari yang diduga banyak ikannya itu dengan wide, susunan bambu sebesar jari tangan yang disusun rapat dengan ikatan tali kecil. Hal ini dilakukan sekedar untuk membatasi agar ikan tidak pergi ke luar rawa yang lebih luas, sehingga ikan mudah diarak, digiring ke satu tempat yang telah disiapkan.
Marak beda dengan ngabedahkeun balong, membuang air kolam hingga sebagian besar airnya terbuang. Namun, dalam ngabedahkeun balong pun, sesungguhnya tidak sampai kering benar, sebab masih menyisakan aliran air di bagian yang dibuat lebih dalam, lebarnya kira-kira sedepa. Di bagian yang masih berair inilah ikan berkumpul, lalu digiring, diarak ke tempat yang sudah disediakan untuk ikan berkumpul, lalu dibatasi agar ikannya tidak ke luar lagi.
Ikan yang sudah terkumpul itu dipilih mana yang akan dipanen, dan mana yang dibiarkan untuk dipelihara lagi karena ukurannya belum cukup, atau sebagai bibit untuk dikembangkan, sehingga haras dijaga agar ikannya tidak mati. Dengan cara membuat parit itu air pancuran tetap mengalir menyegarkan ikan-ikan yang tertinggal, tetapi tidak mengganggu upaya pembersihan kolam.
Pemilik kolam akan membuang lumpur dari kolamnya dengan dua cara, sebagian diangkat untuk mempertebal dan meninggikan pematang kolam, dan sebagian lainnya dibuang dengan cara diguguntur, dihanyutkan dengan cara didorong beserta air ke lubang-lubang pembuangan. Setelah cukup memelihara kolamnya, pematang yang dibobol untuk membuang airnya tadi, diurug kembali dengan tanah yang padat lalu dipasangi bambu sedepa yang telah diberi penyaring serta bagian antar ruasnya sudah dilubangi.
Persepsi sebagian besar masyarakat tentang marak itu membendung, mengeringkan sungai untuk diambil ikannya, maka muncul perumpamaan dalam bahasa Sunda diparak, sebagai ungkapan dari orang yang bertamu dan tidak disuguhi, tidak diberi air, sehingga" kerongkongan tamu itu dibuat kering. Kesalahan ini menjadi kesalahan umum yang dimaklumi, karena sudah tercantum dalam kamus.
Jadi, parakan itu sesungguhnya bukan kawasan yang dikeringkan, tetapi di sana menjadi tempat untuk mengarak, untuk menggiring ikan ke tempat khusus yang telah dibuat untuk kemudian ditangkapi. (T. Bachtiar, anggota masyarakat Geografi Indonesia dan kelompok Riset Cekungan Bandung)***
Sumber: http://bataviase.co.id/node/371728


reff : http://perikanannews.blogspot.com/2010/09/parakan-tempat-mengarak-ikan.html


Related video : Parakan, Tempat Mengarak Ikan


Previous
Next Post »