Pesisir (Masih) Didera Kemiskinan

Pesisir (Masih) Didera Kemiskinan
Oleh oki lukito

Hanya membawa Rp 5 ribu rupiah per hari

Berdasarkan data World Bank mengenai kemiskinan, 108,78 juta orang atau 49 persen dari jumlah penduduk Indonesia dalam kondisi miskin dan rentan menjadi miskin. Angka tersebut diperoleh berdasarkan pendapatan kurang dari 1,5 dollar AS per hari. Sebagian besar atau sekitar 63,47 persen penduduk miskin tersebut berada di daerah pesisir dan pedesaan. Sementara itu Badan Pusat Statistik (BPS) dengan perhitungan berbeda dari Bank Dunia, mengumumkan angka kemiskinan per akhir Maret 2010 jumlah penduduk miskin tercatat 31,02 juta orang. Jumlah tersebut turun 1,51 juta jika dibandingkan angka bulan Maret 2009 sebesar 32,53 juta dan saat ini masih ada 13,33 persen penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Bagaimana Jawa Timur yang 22 di antara 38 daerahnya terdiri dari wilayah pesisir?
Data dari Bappeda Jatim berdasarkan Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) tahun 2008 menyebutkan, terdapat 3.079.822 jumlah Rumah Tangga Miskin (RTM) dan 9.049.461 Penduduk Miskin (PM). Delapan di antara 38 daerah mempunyai tingkat kemiskinan di atas 4 persen. Adapun 17 daerah lainya dengan tingkat kemiskinan antara 2-3 persen, dan 13 daerah sisanya di bawah 2 persen tetapi masih di atas 1 persen. Jika dicermati hanya 6 daerah dari 22 daerah yang memiliki wilayah laut, tingkat kemiskinannya antara 1- 2 persen yaitu Kota Probolinggo, Kota Pasuruan, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Trenggalek dan Kabupaten Pacitan. Jumlah penduduk Pacitan memang lebih sedikit yaitu 553.865 orang, bandingkan dengan Jember, Kabupaten Malang dan Sumenep yang rata-rata di atas 1 juta orang. Sedangkan di Pacitan tercatat 44.059 RTM dan 137. 205 PM. Hal yang memprihatinkan, enam dari delapan daerah yang tingkat kemiskinannya tinggi tersebut merupakan daerah pesisir yang sejatinya mempunyai sumber daya alam melimpah. Antara lain, Kabupaten Jember dengan tingkat kemiskinan 7,72 persen, Kabupaten Malang 5,06 persen, Sampang 4,88 persen, Sumenep 4,73 persen, Kabupaten Pasuruan 4,34 persen dan Banyuwangi 4,20 persen. Salah satu daerah yang memiliki kekayaan alam berlimpah namun masih berkuat dengan kemiskinan adalah Kabupaten Sumenep yang meliputi 121 pulau. Keadaan geografis Kabupaten Sumenep yang terdiri dari wilayah daratan dan kepulauan, seharusnya mampu memberikan keuntungan secara ekonomi karena memiliki kekayaan alam seperti perikanan, gas alam, minyak, dan pariwisata bahari. Sebagai gambaran, tambang minyak di Sumenep per harinya menghasilkan 11,74 juta barrel minyak dan kondesat, serta 947 juta kaki kubik gas. Tambang migas yang berlokasi di lepas Pantai Camplong tersebut diperkirakan bisa dioperasikan 6-8 tahun dengan kapasitas produksi 20.000 barrel per hari. Minyak dan gas alam Sumenep mempunyai keunggulan kompetitif dibandingkan dengan wilayah lain di Jatim (Sumber: Dewan Pembangunan Madura). Sementara produksi perikanan tangkap dan budidaya perairan umum Sumenep mencapai 7. 800 ton per tahun. Sumenep juga kaya ladang garam dan sari air laut (SAL), diperoleh dari sisa pembuatan garam yang mengandung multi mineral untuk bahan produksi Nigarin. Ironisnya kekayaan tersebut tidak banyak menyumbang bagi perekonomian masyarakat setempat. Sebagai ilustrasi, jumlah penduduk Sumenep tahun 2008 sebesar 1.078.315 jiwa dengan 145.788 rumah tangga yang masuk dalam katagori miskin. Penduduknya yang miskin 371.422 jiwa, sebagian besar menetap di Sumenep Kepulauan.
Jika dikaji lebih dalam terdapat beberapa aspek yang menyebabkan terpeliharanya kemiskinan masyarakat di pesisir, di antaranya, kebijakan pemerintah yang tidak memihak masyarakat miskin. Banyak kebijakan terkait penanggulangan kemiskinan di pesisir bersifat top down dan selalu menjadikan masyarakat sebagai objek, bukan subjek. Demikian pula kondisi bergantung pada musim sangat berpengaruh pula pada tingkat kesejahteraan nelayan. Akibat anomali iklim dalam tiga tahun terakhir ini, waktu melaut nelayan hanya 180 hari dalam setahun. Rendahnya Sumber Daya Manusia (SDM) dan peralatan yang digunakan berpengaruh pula pada cara menangkap ikan. Sementara keterbatasan dalam pemahaman teknologi, menjadikan kualitas dan kuantitas tangkapan tidak mengalami perbaikan. Di Lekok, Kabupaten Pasuruan misalnya, perolehan hasil tangkapan nelayan rata-rata hanya 10 kilogram per hari yang dibeli
pedagang Rp 120 ribu. Hasil penjualan ikan tersebut setelah dipotong biaya BBM Rp 50 ribu, kemudian dibagi dua dengan pemilik perahu, sisanya Rp 35 ribu dibagi rata 5 ABK. Kondisi lain yang turut berkontribusi memperburuk tingkat kesejahteraan nelayan adalah kebiasaan atau pola hidup konsumtif. Umumnya masyarakat pesisir ketika hasil tangkapannya sedang baik, akan menghabiskannya dalam waktu singkat. Sebaliknya ketika paceklik peralatan apa saja di rumah akan dijual dengan harga murah. Di sisi lain pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumberdaya kelautan dan pesisir selalu beriringan dengan kerusakan lingkungan dan habitat seperti terumbu karang, hutan mangrove dan padang lamun. Parahnya kerusakan ekosistim pesisir, semakin memengaruhi kuantitas hasil tangkapan nelayan. Masalah kemiskinan masyarakat pesisir pada dasarnya bersifat multidimensi sehingga untuk menyelesaikannya diperlukan rekayasa sosial, bukan solusi secara parsial.
Tulisan ini dikirim pada pada 13 Juli 2010 5:04 am dan di isikan dibawah Artikel. Anda dapat meneruskan melihat respon dari tulisan ini melalui RSS 2.0 feed. r Anda dapat merespon, or trackback dari website anda.
Sumber: http://okilukito.wordpress.com/


reff : http://perikanannews.blogspot.com/2010/08/pesisir-masih-didera-kemiskinan.html


Related video : Pesisir (Masih) Didera Kemiskinan


Previous
Next Post »