1. PENDAHULUAN
Ikan kakap putih (Lates calcarifer, Bloch) merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun luar negeri. Pada mulanya produksi kakap putih diperoleh dari hasil sampingan dari budidaya di tambak, namun sekarang ikan ini sudah khusus dibudidayakan pada kurungan apung di laut. Dewasa ini di Bengkalis dan sekitarnya (kepulauan Riau) sudah berkembang dengan luas areal potensial sebesar 340 Ha.
Permasalahan utama dalam budidaya adalah terbatasnya benih yang tersedia baik dalam jumlah dan mutu secara terus menerus dan berkesinambungan. Sebagai gambaran di muara sungai Batam (Kabupaten Bengkalis - Kep. Riau) terdapat kurungan apung sebanyak 550 unit, setiap unit ditebarkan 1.000 ekor benih ukuran gelondongan sehingga dibutuhkan 550.000 ekor benih ukuran gelondongan atau 2.750.000 ekor benih umur D30.
Dengan menggantungkan benih dari alam tentu saja tidak memadai karena jumlah yang didapat sangat terbatas, tingkat keseragamannya rendah dan kontinuitasnya tidak terjamin. Pembenihan kakap putih skala besar yang dikelola oleh swasta sampai saat ini belum ada, maka dari itu pembenihan kakap putih skala rumah tangga (HSRT- Hatchery - Skala Rumah Tangga) perlu dikembangkan karena mempunyai prospek yang cerah.
Pada prinsipnya HSRT udang dapat dikembangkan menjadi HSRT kakap putih mengingat sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk pembenihan kakap putih tidak jauh berbeda dengan pembenihan udang. Dengan demikian apabila dilakukan diversifikasi usaha untuk perkembangan dan kesinambungan budidaya komoditas yang bersangkutan juga untuk memberi keluwesan berusaha sehingga modal yang sudah ditanam dapat terus berputar.
1. KRITERIA
Kriteria HSRT kakap putih yaitu :
1) Sebagai uasaha sampingan keluarga dengan memanfaatkan rumah menjadi lokasi usaha dan anggota keluarga sebagai tenaga pelaksana (pekerja).
2) Peralatan yang digunakan mencerminkan kesederhanaan sehingga memberikan kesan mudah diikuti baik dari segi investasi maupun operasional.
3) Dalam operasionalnya dilakukan sedemikian rupa sehingga penggunaan pompa air laut seminimal mungkin, sehingga dapat menghemat penggunaan listrik yang pada gilirannya dapat menekan ongkos produksi.
4) Melaksanakan kegiatan usaha yang terbatas mesalnya pemeliharaan larva dari telur hingga D20 s/d D25 atau D1/D2 hingga D20/D25.
5) Melaksanakan investasi relatif kecil sehingga mudah diikuti oleh masyarakat luas.
6) Dengan kesederhanaan sarananya, sebagian input produksinya seperti telur kakap putih, algae (fitoplankton) dan ritefer (zooplankton) bergantung pada pembenihan lain.
7) Jumlah unit bak pemeliharaan larva per kepala keluarga disarankan lebih kecil atau sama dengan tiga buah. Karena semakin besar jumlah bak semakin banyak konsentrasi terpecah dan harus semakin lengkap sarana yang dibutuhkan. Ukuran bak disesuaikan dengan kemampuan dan luas lahan, disarankan ukuran bak minimal 10 m3.
2. MANFAAT
Usaha pembenihan kakap putih skala rumah tangga diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :
1) Membantu memecahkan kesulitan petani kurung apung yang selalu kekurangan benih pada waktu musim tanam
2) Menyediakan kakap putih dengan harga yang lebih rendah dengan kualitas yang baik sehingga meningkatkan daya saing kakap putih Indonesia di pasaran internasional.
3) Memanfaatkan tanah pekarangan sekaligus meningkatkan pendapatan keluarga, terutama yang bertempat tingga di daerah pantai.
4) Menciptakan lapangan kerja.
5) Mendukung program nasional "Meningkatkan Ekspor Non Migas" melaui pengadaan salah satu komponen produksi dalam sistim budidaya kakap putih.
6) Membantu penyediaan benih untuk petani ikan di kurung apung dengan memberikan kesempatan dan mendidik mereka untuk menghasilkan benih sendiri.
3. PERSYARATAN LOKASI
Keberhasilan dalam operasional pembenihan kakap putih sangat tergantung pada lokasi yang tepat, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemilihan lokasi adalah sebagai berikut :
1) Sumber Air Laut
Sumber air laut yang dipergunakan untuk pembenihan harus bersih dan jernih sepanjang tahun, perubahan salinitas relatif kecil. Lokasi yang sesuai biasanya di teluk yang terlindung dari gelombang/arus kuat dan terletak di lingkungan pantai yang berkarang dan berpasir.
Lokasi juga harus jauh dari buangan sampah pertanian dan industri. Persyaratan teknis kimia dan fisika yang memenuhi syarat adalah sebagai berikut :
? Salinitas : 28 ? 35
? Ph : 7,8 - 8,3
? Alkalinitas : 33 - 60 ppm
? Bahan organik : < 10 ppm
? Amoniak : < 2 ppm
? Nitrit : < 1 ppm
? Suhu : 30 - 330C
? Kejernihan : maksimum
2) Kemudahan
Lokasi harus terletak pada jarak kurang dari 3 jam perjalanan dari lokasi induk matang telur, 12 jam dari lokasi pemasok telur/larva D1 dan tidak lebih dari 12 jam perjalanan ke lokasi pemasaran.
3) Sumber Air Tawar
Air tawar dibutuhkan untuk menurunkan salinitas air laut yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan. Selain itu air tawar juga digunakan untuk mencuci bak dan peralatan pembenihan lainnya agar tidak mudah berkarat.
4) Sumber Listrik
Pembenihan tidak dapat dioprasikan tanpa listrik. Listrik sangat penting sebagai sumber tenaga untuk menjalankan peralatan pembenihan seperti blower, pompa air dan sistim penunjang lainnya. Pemasangan generator mutlak diperlukan terutama untuk daerah yang sering tejadi pemadaman aliran listrik.
5) Topography
Lokasi pembenihan harus terletak pada daerah bebas banjir, ombak dan
pasang laut. Lokasi tersebut juga harus terdiri dari tanah yang padat/kompak. Walaupun pembenihan skala rumah tangga secara keseluruhan berskala kecil, namun bak pemeliharaan larva tetap bertonase besar sehingga tanah dasar haruslah dipilih yang cukup stabil, misalnya menghindari bekas timbunan sampah agar kekuatan bak terjamin.
4. FASILITAS DAN DISAIN HSRT KAKAP PUTIH
1) Fasilitas
Fasilitas yang diperlukan dalam unit pembenihan kakap putih skala kecil cukup sederhana yaitu pompa, bak penampungan air tawar dan air laut, bak pakan alami, bak pemeliharaan larva dan bak penetasan artemia, aerator/blower dan perlengkapannya serta peralatan lapangan sebagai penunjangnya.
a. Pompa
Pompa diperlukan untuk mendapatkan air laut maupun air tawar. Apabila air laut relatif bersih dapat langsung dipompakan ke bak penyaringan dan disimpan dalam bak penampungan air.
Jika sumber air laut relatif keruh dan banyak mengandung partikel lumpur, maka air laut di sedimentasikan dalam bak pengendapan, selanjutnya bagian permukaan air yang relatif jernih di pompa ke bak penyairngan, spesifikasi pomapa hendaknya dipilih dengan baik karena ukuran pompa tergantung pada jumlah air yang diperlukan persatuan waktu, disarankan untuk HSRT dengan kapasitas 3 bak pemeliharaan larva masing-masing dengan kapasitas 10 m3 air, ukuran pompa 1,5 inci.
b. Bak Penampungan Air Tawar dan Air Laut
Bak penampungan air dibangun pada ketinggian sedemikian rupa sehingga air dapat didistribusikan secara gravitasi ke dalam bak-bak dan sarana lainnya yang memerlukan air (laut, tawar bersih). Bak terbuat dari semen dan sebaiknya volume bak minimal sama dengan volume bak pemeliharaan larva. Bila tidak ada bak penampungan khusus dapat mengunakan bak pemeliharaan larva yang difungsikan sebagai bak penampungan air, kemudian dialirkan dengan menggunakan pompa submarsibel.
c. Bak Pemeliharaan Larva
Bak pemeliharaan larva dapat terbuat dari semen, fiber glass atau konsstruksi kayu yang dilapisi plastik, masing-masing bahan mempunyai kelebihan dan kekurangan. Ukuran bak dapat dibuat sesuai dengan kemampuan dan target produksi yang ingin dicapai, tetapi disarankan kapasitas/volumenya minimal 10 m3 karena bak dengan volume yang lebih kecil stabilitas suhunya kurang terjamin. Tinggi bak antara 1,2 - 1,5 m, bak yang terlalu tinggi akan meyulitkan dalam pengelolaan sehari hari. Bentuk bak bisa bulat atau segi empat. Tergantung besarnya dana dan selera. Yang harus diperhatikan dalam hal bentuk dan ukuran bak adalah tidak menyulitkan dalam pengelolaan sehari-hari juga memudahkan sirkulasi air. Bak dengan bentuk bulat, saluran pembuangannya terletak di tengah dengan dasar miring (kemiringan 5%) ke tengah (ke saluran pembuangan). Pada saluran pembuangan dapat dipasang pipa tegak untuk mengatur dan mengontrol ketinggian air (Gambar 1).
Gambar 1. Desain bak pemeliharaan larva bentuk bulat
Bak segi empat sebaiknya berbentuk memanjang untuk memudahkan pergantian air dan pada sudut-sudutnya tidak boleh mempunyai sudut mati (sudut yang tajam). Sudut yang tajam akan meyebabkan sirkulasi air tidak sempurna sehingga sisa metabolit dan kotoran lain terkumpul pada sudut bak, disamping itu sudut yang tajam juga akan menyulitkan dalam pembersihan bak. Pada bak dalam bentuk segi empat saluran pemasukan dan pembuangan air diletakkan pada sisi yang berlawanan, pada saluran pembuangan dapat dipasang pipa tegak (pipa goyang) untuk mengatur dan mengontrol ketinggian air. Dasar bak dibuat miring dengan kemiringan 5% agar memudahkan dalam pembersihan bak. Selain itu dinding dan dasar bak harus halus agar tidak mudah ditempeli kotoran, jamur dan parasit serta tidak menyulitkan dalam pembersihan bak.
Gambar 2. Bak pembuangan
Untuk keperluan pemanenan benih, baik pada bak bentuk bulat maupun bentuk segi empat pada ujung saluran pembuangannya dilengkapi dengan bak berukuran kecil untuk menempung benih yang akan dipanen. Bak pemeliharaan larva memerlukan penutup di atasnya untuk mencegah masuknya kotoran dan benda asing yang tidak dikehendaki serta melindungi bak pemeliharaan dari air hujan. Tutup bak dapat terbuat dari plastik dan sebaiknya berwarna gelap untuk melindungi air/media pemeliharaan larva dari penyinaran matahari yang berlebihan, sehingga mencegah terjadinya blooming plankton pada medium air pemeliharaan larva. Selain itu penutup bak juga dapat mencegah terjadinya fluktuasi suhu yang terlalu tinggi serta dapat menaikkan suhu pada bak pemeliharaan larva.
d. Bak Kultur Plankton
Plankton (fito dan zooplankton) mutlak diperlukan sebagai pakan bagi pemeliharaan larva kakap putih yaitu saat larva mulai mengambil/membutuhkan makanan dari lingkungannya karena cadangan makanannya yang berupa kuning telur sudah habis. Selain sebagai pakan alami, fitoplankton juga berfungsi sebagai pengendali kualitas air dan pakan bagi kultur zooplankton/rotifer.
Bak untuk kultur plankton dapat dibuat dengan konstruksi kayu yang dilapisi plastik, karena volume yang dibutuhkan tidak terlalu besar. Ukuran bak cukup 2 x 2 x 0,6 meter masing-masing 4 buah untuk kultur fitoplankton dan 4 buah lagi untuk kultur zooplankton (masing-masing bak kultur plankton termasuk bak cadangan). Jumlah dan ukuran bak kultur plankton sebesar itu cukup untuk menyediakan pakan alami satu sikles pemeliharaan (3 bak pemeliharaan larva dengan kapasitas 10 m3).
e. Bak Penetasan Artemia
Makanan alami lain yang dibutuhkan bagi kehidupan larva adalah Artemia salina. Artemia yang beredar di pasaran umum adalah berupa cyste atau telur, sehinga untuk memperoleh naupli artemia yang siap diberikan pada larva sebagai makanan harus ditetaskan terlebih dahulu. Untuk memperoleh naupli, cyste dapat langsung ditetaskan atau didekapsulasi dahulu sebelum ditetaskan.
Bak penetasan artemia dapat terbuat dari fiber glass atau plastik berbentuk kerucut yang pada bagian ujung kerucutnya dilengkapi stop kran untuk pemanenan naupli artemia. Bentuk kerucut merupakan alternatif terbaik karena hanya dengan satu batu aerasi di dasar kerucut dapat mengaduk seluruh air di dalam bak penetasan secara merata, sehinga cyste dapat menetas dengan baik karena tidak ada yang mengendap atau melekat di dasar bak. Volume bak penetasan sebaiknya minimal 25 - 30 liter untuk menetaskan cyste artemia sebanyak 150 ? 200 gram.
f. Aerator
Larva memerlukan oksigen terlarut dalam air untuk proses metabolisme dalam tubuhnya, selain itu gelembung udara yan dihasilkan oleh aerator dapat mempercepat proses penguapan berbagai gas beracun dari medium air pemeliharaan larva. Selain pertimbangan harga, aerator sebaiknya bentuk dan ukurannya kecil, kekuatan tekanannya cukup besar (sampai kedalaman 1 - 1,2 m) serta kebutuhan listriknya kecil. Perlengkapan lain dari aerator adalah batu aerasi, slang aerasi dan penatur aerasi untuk mengatur tekanan udara.
2) Peralatan Lapangan
Untuk menunjang pengelolaan pembenihan sehari-hari diperlukan beberapa ember plastik, antara lain untuk menampung makanan sebelum diberikan ke larva, ember panen untuk menampung dan menghitung benih serta ember untuk menyaring air saat disiphon. Peralatan lain adalah gayung untuk menebarkan pakan, blender untuk mengaduk dan menghaluskan pakan buatan bila diperlukan, saringan pakan (plankton net) berbagai ukuran sesuai dengan lebar bukaan mulut larva serta slang air dari berbagai ukuran sesuai kebutuhan.
3) Desain HSRT
Tata letak semua fasilitas HSRT harus diatur sedemikian rupa secara matang dan menunjukan dimensi yang tepat sehinga lahan dan fasilitas yang tersedia dapat digunakan seefisien mungkin, yang pada gilirannya dapat memudahkan pekerjaan sehari-hari dan menekan biaya operasional. Salah satu contoh tata letak fasilitas HSRT disarankan seperti dalam gambar 3.
Gambar 3. Desain HSRT
5. TEKNIK PEMELIHARAAN
1) Pemeliharaan Larva
Sebelum larva dipindahkan (kira-kira 1 - 2 hari sebelumnya), bak pemeliharaan larva harus dicuci dengan air tawar dan disikat lalu dikeringkan selama 1 - 2 hari. Membersihkan bak dapat juga dilakukan dengan cara membilaskan larutan sodium hypokhlorine 150 ppm pada dinding bak, selanjutnya dikeringkan selama 2 - 3 jam untuk menghilangkan chlorine yang bersifat racun.
Air media pemeliharaan larva yang bebas dari pencemaran dengan suhu 26 - 280C dan salinitas 29 - 32 ppt diisikan ke dalam bak dengan cara disaring dengan penyaring pasir atau kain penyaring untuk menghindari kotoran yang terbawa air laut. Untuk mensuplai oksigen bak dilengkapi sistim aerasi dan batu aerasi yang diletakkan secara terpencar agar merata keseluruhan air di dalam bak.
Larva yang baru menetas mempunyai panjang total 1,21 - 1,65 mm, melayang dipermukaan air dan berkelompok dekat aerasi. Umur 30 hari larva ditempatkan di dalam bak yang terlindung dari pengaruh langsung sinar matahari (semi out door tanks).
Padat penebaran awal dalam bak pemeliharaan adalah 70 - 80 larva/liter volume air. Pada hari 8 - 15 tingkat kepadatan dikurangi menjadi 30 ? 40 larva/liter, setelah hari ke 16 kepadatan larva diturunkan menjadi 20 ? 30 larva/liter, karena pada umur ini larva sudah menunjukan perbedaan ukuran dan sifat kanibalisme. Tingkat kepadatan larva pada masing-masing tingkatan umur dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Padat Penebaran Larva Kakap Putih yang Dipelihara Sampai Umur 30
Umur Larva (Hari) | Jumlah Larva/Liter |
1-7 | 70-80 |
8-15 | 30-40 |
16-23 | 20-30 |
2) Pemberian Pakan Alami
Sejak pertama larva sudah harus diberi Chlorella dan Tetraselmis, selain sebagai pakan larva, berfungsi pula sebagai pengendali kualitas air dan pakan Rotifer. Padat penebaran untuk Tetraselmis adalah 8 - 10 x 1000 sel/ml sedangkan untuk Chlorella adalah 3 - 4 x 10.000 sel/ml. Umur 2 hari, larva sudah mulai membuka mulut, pada saat ini hingga hari ke 7 ke dalam bak ditambahkan Rotifera (Brachionus plicatilis) dengan padat penebaran 5-7 individu/ml. Pada hari ke 8 sampai hari ke 14 pemberian Rotifera ditingkatkan jumlahnya menjadi 8 - 15 individu/ml. Pada umur 15 hari larva mulai diberi pakan Artemia dengan kepadatan 11 ? 2 individu/ml. Setelah berumur 30 hari, dengan panjang badan 12 - 15 mm larva sudah dapat memakan cacahan daging segar, adapun jenis dan jumlah pakan yang diberikan pada larva kakap putih dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Jenis dan jumlah pakan yang diberikan pada larva kakap putih
| Jumlah Pakan | Umur (hari) | Frekuensi (Kali/hari) |
Alga bersel satu : - Tetraselmis sp - Chlorella sp | 8-10-1000 sel/ml 3-4 x 10.000 sel/ml | 1-14 1-14 | 1 1 |
Rotefera : - Bractionus sp - Nauplii Artemia | 5-7 individu/ml 8-15 individu/ml 2-3 individu/ml | 3-7 8-14 15-20 | 4 4 2-3 |
Cacahan daging ikan sesuai kebutuhan 20 > |
3) Pengelolaan Air
Pengelolaan air yang baik dapat memberikan pertumbuhan larva yang cepat dengan tingkat keluluran hidup (survival rate) lebih tinggi. Dalam hal ini yang terpenting adalah agar selalu mempertahankan lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan dan kehidupan larva. Disamping itu perubahan yang bersifat mendadak atau lingkungan yang tidak mendukung akan mengakibatkan kematian larva, untuk menekan tingkat kematian disamping perlu diperhatikan masalah sanitasi dan pengaturan pakan yang seksama perlu diperhatikan pengelolaan air yang baik.
Pada pemeliharaan larva kakap putih penggantian air dilakukan mulai pada hari ke 13 sebanyak 10 - 20% hari sampai hari ke 14. Pada hari ke 15 sampai hari ke 25 penggantian air sebanyak 30 - 40%, dilakukan secara penyiponan.
6. PENGGOLONGAN UKURAN (Grading)
Pemeliharaan larva kakap putih dalam lingkungan terbatas denan persaingan pakan dan ruangan akan mengakibatkan pertumbuhan yang tidak merata. Penggolongan ukuran (grading) dimaksudkan untuk mencegah saling memakan sesama larva (kanibalisme), oleh karena ikan kakap putih mempunyai sifat karnifor (ikan pemangsa). Sifat kanibal pada larva kakap putih akan semakin kelihatan saat mulai makan artemia (? 10 hari).
Wadah yang digunakan untuk penggolongan ukuran terbuat dari plastik yang dilubangi dinding-dindingnya dengan ukuran tertentu pula, ukuran lubang bervareasi antara 2,5 - 10 mm.
Penggolongan ukuran dilakukan dengan cara memasukkan baskom plastik kedalam bak pemeliharaan di atas aerasi, agar ikan yang ukuran lebih kecil dari lubang dapat lolos dan larva yang lebih besar tidak dapat lolos, selanjutnya larva yang ukurannya lebih besar dipisahkan dan dilakukan lagi pengolongan ukuran dengan menggunakan baskom yang mempunyai lubang ukuran lebih besar. Cara ini akan memisahkan ikan ke dalam beberapa ukuran tertentu dan mempermudah pengelolaannya.
Penggolongan ukuran dilakukan dua kali yaitu penggolongan pertama pada hari ke 10-14 dan penggolongan kedua pada hari ke 20 - 25. Ukuran lubang bervareasi antara 2,5 - 10 mm.
7. PANEN
Cara panen tergantung dari bentuk dan kapasitas pemeliharaan untuk bak yang memiliki saluran keluar akan lebih mudah dilakukan dengan menempatkan arus air keluar. Sedangkan yang tanpa saluran keluar, panen dilakukan dengan cara mengurangi air pada bak pemeliharaan sampai kedalaman tinggal 10 ? 20 cm, kemudian benih ditangkap dengan scopnet.
Agar larva kakap putih tidak mengalami stress pada saat panen, dilakukansecara hati-hati dan pada penampungan sementara diberi aerasi secukupnya.
8. ANALISA USAHA
Produksi Kakap putih D20/tahun 8 siklus fasilitas 3 bak @ 10m3
1) Pendapatan (SR 28%) : 1.200.000 x 3 x 8 x Rp.20 | Rp. 96.000.000,- |
2) Biaya Tetap a. Biaya Kontruksi - 3 buah bak 10 ton @Rp. 2.500.000,- - 8 buah bak kultur plankton 2 ton @ Rp. 1.000.000,- - 1 buah bak tandon 10 ton - Penyusutan 10% b. Peralatan - 3 buah vortex blower 80 watt Rp. 625.000,- - 1 buah pompa air laut 1,5? - 1 buah pompa DAB ?? - Plankton net - Peralatan Kerja - Penyusutan 20% - Ijin Usaha | Rp. 7.500.000,- Rp. 8.000.000,- Rp. 3.000.000,- Rp. 18.000.000,- Rp. 1.850.000,- Rp. 20.000.000,- Rp. 1.875.000,- Rp. 350.000,- Rp. 80.000,- Rp. 100.000,- Rp. 500.000,- Rp. 2.905.000,- Rp. 581.000,- Rp. 3.486.000,- Rp. 500.000,- Rp. 3.986.000,- Rp. 24.336.000,- |
3) Biaya Operasional a. Telur 700.000 x 3 x 8 x Rp.0,5 b. 8 Paket pupuk/bahan kimia Rp. 150.000,- c. Pakan artemia 45 kg x 8 x Rp. 90.000,- d. Listrik 12 x Rp. 50.000,- e. Lain-lain | Rp. 2.520.000,- Rp. 1.200.000,- Rp. 32.000.000,- Rp. 600.000,- Rp. 200.000,- Rp. 36.920.000,- |
4) Total biaya produksi Biaya tetap + biaya operasional Rp. 24.336.000,- + Rp. 36.920.000,- 5) Keuntungan operasional Biaya-biaya operasional Rp. 90.000,- - Rp. 36.920.000,- 6) Keuntungan bersih Pendapatan ? biaya tetap ? biaya operasional Rp. 96.000.000,- - Rp.24.336.000,- - Rp. 36.920.000,- | Rp. 61.256.000,- Rp. 59.080.000,- Rp. 34.774.000,- |
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1995. Multi - Species Hatchery. Seafdec Asian Aquaculture Vol. XVII No. 2, 1995.
Dit. Bina Sumber Hayati. Peta Sumber Perikanan Indonesia.
Mintardjo, K., H. Santoso, Suci Antoro, 1995. Teknologi Pembenihan Kakap Putih (Lates calcarifer, Blosh), BBL - Lampung.
Mintardjo, K., 1993. Kakap Putih Komoditi Potensial Untuk Pengembangan Agribisnis Desa Pantai, Buletin Budidaya Laut No. 7, 1993.
Mintardjo, K., H. Suci Antoro. Hidayat Adi Sarwono, 1996. Pengembangan HSRT Multi Species Udang - Kakap Putih
SUMBER
Pembenihan Kakap Putih (Lates calcariver, Bloch) Skala Rumah Tangga (HSRT - Hatchery Skala Rumah Tangga), Direktorat Bina Pembenihan, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta, 1996.
reff : http://penyuluhkelautandanperikanan.blogspot.com/2015/06/pembenihan-kakap-putih-lates-calcariver.html
EmoticonEmoticon