Tuesday, 20 July 2010
Briefing Media Bersama
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan/KIARA
Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim (PK2PM)
Perang Terhadap Kejahatan Perikanan
PENANGKAPAN ikan ilegal (illegal fishing) merupakan kejahatan perikanan yang sudah terorganisir secara matang, mulai di tingkat nasional sampai internasional. Bahkan Lembaga Pangan Internasional (FAO) telah menempatkan illegal fishing sebagai kejahatan perikanan yang perlu mendapatkan perhatian serius.
Sejak tahun 1992, FAO telah memprakarsai pembentukan suatu tata laksana perikanan yang bertanggung jawab. Satu di antaranya adalah memberantas praktek kejahatan perikanan tersebut. Prakarsa FAO ini diperkuat dengan lahirnya Deklarasi Cancun 1992 pada International Conference on Responsible Fishing.
Pasca Deklarasi Cancun, pelbagai kebijakan internasional pemberantasan kejahatan perikanan banyak dibentuk, tak terkecuali di Indonesia. Bahkan sejak tahun 2010, Uni Eropa menerapkan larangan produk perikanan yang masuk ke pasar Uni Eropa terbebas dari praktek IUUF (Illegal, Unreported, Unregulated Fishing). Tak pelak, kebijakan ini berdampak pada usaha perikanan di Indonesia. Catatan Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia menyebutkan, pasca pemberlakuan aturan Uni Eropa tersebut, terdapat 15 kapal perikanan Indonesia yang hasil tangkapannya ditolak pasar Uni Eropa karena dugaan praktek pencurian ikan ilegal.
Di tengah gencarnya upaya pemberantasan kejahatan perikanan, langkah terbalik justru diambil oleh pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan. Penandanya adalah realokasi anggaran KKP 2010 untuk pengembangan budidaya perikanan. Dampaknya, jatah Kapal Pengawas Perikanan berkurang drastis, dari 180 hari menjadi 100 hari.
Jarangnya pengawasan atas wilayah perairan berakibat pada kian leluasanya kapal asing menguras sumber daya perikanan Indonesia. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (2010) mencatat adanya tren peningkatan kapal perikanan asing memasuki perairan Indonesia. Hingga akhir Juni 2010, terekam 116 kapal ikan ilegal tertangkap kapal pengawas perikanan. 112 di antaranya adalah kapal ikan asing.
Tren ini diperkirakan meningkat pada Juli ? Agustus 2010. Peningkatan ini didasarkan atas persebaran ikan tuna--yang menjadi incaran kapal ikan asing?di wilayah ZEE Indonesia dengan kedalaman 80-140 meter di bawah permukaan air laut (dpl).
Merujuk pada fakta di atas, FAO (2001) memperkirakan kerugian Indonesia akibat praktek perikanan ilegal mencapai sekitar US$ 4 miliar. Jika dirata-rata perkembangan harga ikan sebesar US$ 1.000 ? US$ 2.000 per ton tiap tahunnya, maka jumlah ikan Indonesia yang dicuri mencapai sekitar 4 juta ton/tahun.
Senada dengan itu, apabila diasumsikan rata-rata tonase kapal ilegal yang menangkap ikan di perairan Indonesia mencapai 200 ton dan melakukan 4 kali perjalanan tiap tahunnya, maka jumlah kapal perikanan ilegal mencapai 2.500 sampai dengan 5.000 kapal per tahun.
Mengingat pentingnya upaya pemberantasan praktek kejahatan perikanan di perairan Indonesia, Kementerian Kelautan dan Perikanan harus mengoreksi seluruh kebijakan terkait sebelum kelestarian sumber daya ikan berdampak kronis terhadap pemenuhan asupan protein anak-anak bangsa melalui: pertama, meningkatkan upaya pengawasan terhadap wilayah perairan Indonesia yang melimpah jumlah ikannya dan di setiap pintu masuk beroperasi kapal illegal fishing; kedua, memastikan stok ikan di ZEE, jika tak mengalami surplus, maka negara membuat pernyataan resmi bahwa Indonesia mampu menangkap ikan sendiri di ZEE tanpa harus ada keterlibatan kapal asing; dan ketiga, peningkatan peran Indonesia dalam kerjasama pengelolaan perikanan regional, seperti ASEAN.
Perangi Kejahatan Perikanan, Mari Kembali Melaut!
Sumber: http://kiara.or.id/
reff : http://perikanannews.blogspot.com/2010/08/menteri-kelautan-dan-perikanan-di-balik.html
Briefing Media Bersama
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan/KIARA
Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim (PK2PM)
Perang Terhadap Kejahatan Perikanan
PENANGKAPAN ikan ilegal (illegal fishing) merupakan kejahatan perikanan yang sudah terorganisir secara matang, mulai di tingkat nasional sampai internasional. Bahkan Lembaga Pangan Internasional (FAO) telah menempatkan illegal fishing sebagai kejahatan perikanan yang perlu mendapatkan perhatian serius.
Sejak tahun 1992, FAO telah memprakarsai pembentukan suatu tata laksana perikanan yang bertanggung jawab. Satu di antaranya adalah memberantas praktek kejahatan perikanan tersebut. Prakarsa FAO ini diperkuat dengan lahirnya Deklarasi Cancun 1992 pada International Conference on Responsible Fishing.
Pasca Deklarasi Cancun, pelbagai kebijakan internasional pemberantasan kejahatan perikanan banyak dibentuk, tak terkecuali di Indonesia. Bahkan sejak tahun 2010, Uni Eropa menerapkan larangan produk perikanan yang masuk ke pasar Uni Eropa terbebas dari praktek IUUF (Illegal, Unreported, Unregulated Fishing). Tak pelak, kebijakan ini berdampak pada usaha perikanan di Indonesia. Catatan Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia menyebutkan, pasca pemberlakuan aturan Uni Eropa tersebut, terdapat 15 kapal perikanan Indonesia yang hasil tangkapannya ditolak pasar Uni Eropa karena dugaan praktek pencurian ikan ilegal.
Di tengah gencarnya upaya pemberantasan kejahatan perikanan, langkah terbalik justru diambil oleh pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan. Penandanya adalah realokasi anggaran KKP 2010 untuk pengembangan budidaya perikanan. Dampaknya, jatah Kapal Pengawas Perikanan berkurang drastis, dari 180 hari menjadi 100 hari.
Jarangnya pengawasan atas wilayah perairan berakibat pada kian leluasanya kapal asing menguras sumber daya perikanan Indonesia. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (2010) mencatat adanya tren peningkatan kapal perikanan asing memasuki perairan Indonesia. Hingga akhir Juni 2010, terekam 116 kapal ikan ilegal tertangkap kapal pengawas perikanan. 112 di antaranya adalah kapal ikan asing.
Tren ini diperkirakan meningkat pada Juli ? Agustus 2010. Peningkatan ini didasarkan atas persebaran ikan tuna--yang menjadi incaran kapal ikan asing?di wilayah ZEE Indonesia dengan kedalaman 80-140 meter di bawah permukaan air laut (dpl).
Merujuk pada fakta di atas, FAO (2001) memperkirakan kerugian Indonesia akibat praktek perikanan ilegal mencapai sekitar US$ 4 miliar. Jika dirata-rata perkembangan harga ikan sebesar US$ 1.000 ? US$ 2.000 per ton tiap tahunnya, maka jumlah ikan Indonesia yang dicuri mencapai sekitar 4 juta ton/tahun.
Senada dengan itu, apabila diasumsikan rata-rata tonase kapal ilegal yang menangkap ikan di perairan Indonesia mencapai 200 ton dan melakukan 4 kali perjalanan tiap tahunnya, maka jumlah kapal perikanan ilegal mencapai 2.500 sampai dengan 5.000 kapal per tahun.
Mengingat pentingnya upaya pemberantasan praktek kejahatan perikanan di perairan Indonesia, Kementerian Kelautan dan Perikanan harus mengoreksi seluruh kebijakan terkait sebelum kelestarian sumber daya ikan berdampak kronis terhadap pemenuhan asupan protein anak-anak bangsa melalui: pertama, meningkatkan upaya pengawasan terhadap wilayah perairan Indonesia yang melimpah jumlah ikannya dan di setiap pintu masuk beroperasi kapal illegal fishing; kedua, memastikan stok ikan di ZEE, jika tak mengalami surplus, maka negara membuat pernyataan resmi bahwa Indonesia mampu menangkap ikan sendiri di ZEE tanpa harus ada keterlibatan kapal asing; dan ketiga, peningkatan peran Indonesia dalam kerjasama pengelolaan perikanan regional, seperti ASEAN.
Perangi Kejahatan Perikanan, Mari Kembali Melaut!
Sumber: http://kiara.or.id/
reff : http://perikanannews.blogspot.com/2010/08/menteri-kelautan-dan-perikanan-di-balik.html
EmoticonEmoticon