Ungkap Global Warming, Peneliti Prancis-Indonesia Kolaborasi

suarasurabaya.net| Perubahan iklim karena pengaruh pemanasan global masih menuai sejumlah kendala dan tantangan. Demi mengungkapnya, peneliti Prancis dan Indonesia berkolaborasi.


Sebanyak 18 orang peneliti Prancis dan 15 peneliti Indonesia tergabung dalam Indonesia-France Collaboration Research on Internal Tides and Mixing in the Indonesian Througflow (INDOMIX) berada di kapal The Marion-Dufresne milik Institute Polaire Francais Paul Emile Victor (IPEV) selama 11 hari untuk melakukan penelitian.

Pada suarasurabaya.net, Selasa (20/07), AGUS S. ATMADIPOERA Co-Chief Scientist dari Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan kolaborasi penelitian dilakukan sejak 8 Juli hingga Agustus 2010 mendatang.

Selain IPB, kegiatan ini melibatkan sejumlah peneliti dari Pusat Penelitian Oseaonologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O-LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Badan Riset kelautan dan perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL, Universitas Padjajaran, Universitas Papua, Universitas Sam Ratulangi dan Universitas Bengkulu.

Penelitian dibagi menjadi 2 tahap. Pertama, dilakukan di Laut Serang, Laut Banda dan Selat Ombai dekat Timor Leste. Pada tahap ini, penelitian menggunakan metode pengukuran di kedalaman 4.350 meter dari permukaan laut.

Pengukuran mencakup 3 hal yakni suhu, salinitas dan arus laut dengan memakai alat Vertical Microstructure Profiler (VMP). Alat tersebut menghitung koefisien pencampuran massa air.

Menurut AGUS, berdasarkan sebuah kajian, setiap detik Arus Lintas Indonesia (Arlindo) membawa 15 juta meter kubik massa air hangat dan tawar dari pasifik Selatan menuju Hindia Timur. Lintasan utama yang digunakan adalah Selat Makassar, Celah Lifamatola, Selat lombok, Selat Ombai dan lintasan Timor.

?Ini menunjukkan perairan nusantara berperan strategis dalam mempengaruhi variabilitas iklim global dan berkaitan dengan munculnya fenomena iklim khusus seperti El Nino Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD),? paparnya.

Sementara tahap dua mencakup paleo klimatologi atau rekonstruksi iklim lampau. Dalam tahap ini, pengeboran dilakukan di lapisan sediment dasar laut. Tepatnya di Selat Makassar, Laut Halmahera dan Bitung, Manado.

Menurut AGUS, kawasan itu memiliki energi pasang surut paling tinggi di dunia. Wilayah Halmahera, Flores dan Selat Ombai merepresentasikan 10 persen energi pasang surut global dan mempengaruhi curah hujan.

?Hasil penelitiannya untuk mengetahui kuantifikasi peran laut berkontribusi berapa persen ke global warming,? terangnya.

ARIANE KOCH LARROUY Chief Scientist menambahkanbeberapa kelebihan penelitian INDOMIX adalah eksplorasi karakteristik lapisan mikro di perairan pelagis serta upaya pengukuran volume transport Arlindo melaui Laut Halmahera. Yakni dengan menambatkan alat mooring oseanografi di dasar laut selama 3 tahun.

Indonesia, kata ARIANE merupakan lokasi yang tepat untuk penelitian tentang perubahan iklim. Topografinya yang kompleks ditambah dengan banyaknya pulau dan lautnya yang memproduksi mixing massa air hangat dan tawar mendukung diadakannya penelitian di Indonesia utamanya di Indonesia bagian timur.

Hasil penelitian nantinya bisa digunakan untuk mengetahui variabilitas iklim dan memperbaiki permodelan iklim yang sudah ada. Selain itu, pengukuran dan pendataan komunitas mahkluk hidup mulai fitoplankton hingga cetacean dapat meningkatkan pemahaman dinamika ekosistem pelagis yang masih kurang di perairan nusantara.(git)

Teks Foto :
1. AGUS S. ATMADIPOERA Co-Chief Scientist dan ARIANE KOCH LARROUY Chief Scientist (baju coklat) memonitoring posisi kedalaman pasang surut.
2. The Marion-Dufresne yang bersandar di Dermaga Jamrud Utara, Tanjung Perak.
Foto : GITA suarasurabaya.net
Sumber: http://kelanakota.suarasurabaya.net/


reff : http://perikanannews.blogspot.com/2010/08/ungkap-global-warming-peneliti-prancis.html


Related video : Ungkap Global Warming, Peneliti Prancis-Indonesia Kolaborasi


Previous
Next Post »