HINGGA Juli 2010, Indonesia menghadapi enam kasus penolakan ekspor
perikanan Ke Uni Eropa. Dengan penolakan itu, Indonesia menempati urutan ke-12 dari deretan negara-negara yang ekspor ikannya ditolak di Uni Eropa. Seperti diungkapkan Direktur Sertifikasi dan Akreditasi Perikanan Nazori Djazuli, di Jakarta, kemarin, ada enam penolakan yang dihadapi Indonesia.
Yakni tiga kasus ditemukannya logam berat pada ikan tuna, marlin, dan swordfish, satu kasus Stitphylococus (bakteri), satu kasus histamin (suhu drop), dan satu kasus labeling. Namun, Nazori mengungkapkan, jika dibandingkan dengan negara pesaing, Indonesia masih mempunyai kedudukan yang cukup kuat. Misalnya, apabila dibandingkan dengan Vietnam yang menempati posisi ketiga dari deretan negara-negara yang ekspor ikannya ditolak di Uni Eropa. Vietnam mencatat 19 kasus penolakan.
China yang berada pada urutan keempat deretan negara-negara yang ekspor ikannya ditolak di Uni Eropa, mengantongi 10 kasus penolakan. "Jika dibandingkan dengan pesa-ing kita, perkembangan kita cukup baik dalam hal mutu dan keamanan produk," ujarnya.
Kasus berkurang Jumlah penolakan yang dikantongi Indonesia pada tahun ini juga masih berada di bawah jumlah penolakan yang pernah didapat pada 2009, yakni sembilan kasus. Namun, Nazori berjanji. Indonesia akan, terus mengupayakan penjaminan standar mutu dan keamanan produk ekspor perikanan. Antara lain melalui penandatanganan berbagai nota kesepahaman (memorandum of understanding/MOU) untuk pengawasan mutu dan keamanan produk ikan tangkap ekspor dengan berbagai negara tujuan, seperti Uni Eropa, Kanada, China, dan Korea.
Melalui komitmen tersebut, pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan memperketat standar produk dari unit pengolahan ikan di Indonesia, dengan memberlakukan prosedur operasi standar (POS) untuk penolakan produk perikanan.
Dalam prosedur tersebut, KKP akan Langsung menurunkan tim investigasi kepada UPI yang tidak memenuhi standar. (*/E-l)
Sumber: http://bataviase.co.id/
reff : http://perikanannews.blogspot.com/2010/08/ekspor-perikanan-ri-masih-ditolak-eropa.html
perikanan Ke Uni Eropa. Dengan penolakan itu, Indonesia menempati urutan ke-12 dari deretan negara-negara yang ekspor ikannya ditolak di Uni Eropa. Seperti diungkapkan Direktur Sertifikasi dan Akreditasi Perikanan Nazori Djazuli, di Jakarta, kemarin, ada enam penolakan yang dihadapi Indonesia.
Yakni tiga kasus ditemukannya logam berat pada ikan tuna, marlin, dan swordfish, satu kasus Stitphylococus (bakteri), satu kasus histamin (suhu drop), dan satu kasus labeling. Namun, Nazori mengungkapkan, jika dibandingkan dengan negara pesaing, Indonesia masih mempunyai kedudukan yang cukup kuat. Misalnya, apabila dibandingkan dengan Vietnam yang menempati posisi ketiga dari deretan negara-negara yang ekspor ikannya ditolak di Uni Eropa. Vietnam mencatat 19 kasus penolakan.
China yang berada pada urutan keempat deretan negara-negara yang ekspor ikannya ditolak di Uni Eropa, mengantongi 10 kasus penolakan. "Jika dibandingkan dengan pesa-ing kita, perkembangan kita cukup baik dalam hal mutu dan keamanan produk," ujarnya.
Kasus berkurang Jumlah penolakan yang dikantongi Indonesia pada tahun ini juga masih berada di bawah jumlah penolakan yang pernah didapat pada 2009, yakni sembilan kasus. Namun, Nazori berjanji. Indonesia akan, terus mengupayakan penjaminan standar mutu dan keamanan produk ekspor perikanan. Antara lain melalui penandatanganan berbagai nota kesepahaman (memorandum of understanding/MOU) untuk pengawasan mutu dan keamanan produk ikan tangkap ekspor dengan berbagai negara tujuan, seperti Uni Eropa, Kanada, China, dan Korea.
Melalui komitmen tersebut, pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan memperketat standar produk dari unit pengolahan ikan di Indonesia, dengan memberlakukan prosedur operasi standar (POS) untuk penolakan produk perikanan.
Dalam prosedur tersebut, KKP akan Langsung menurunkan tim investigasi kepada UPI yang tidak memenuhi standar. (*/E-l)
Sumber: http://bataviase.co.id/
reff : http://perikanannews.blogspot.com/2010/08/ekspor-perikanan-ri-masih-ditolak-eropa.html
EmoticonEmoticon