PEMANTAPAN PENYUSUNAN RDKK PROVINSI SULAWESI SELATAN 2013


PEMBAHASAN UMUM

Pertemuan Pemantapan Penyusunan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2013, membahas tentang Format/mekanisme Penyusunan dan pelaksanaan RDKK Selain itu, pertemuan juga diarahkan untuk melakukan konfirmasi dengan lembaga penyedia sarana produksi yang ada di wilayah Sulawesi Selatan. Isi pertemuan pada umumnya membahas tentang evaluasi pelaksanaan RDKK tahun 2012/2013 dan kesiapan mendukung program Strategis Lingkup Pertanian, Perikanan dan Kehutanan tahun 2013/2014.

PELAKSANAAN

Hari dan Tanggal         : Jumat - Sabtu, 24 ? 25 Mei 2013
Tempat                       : Hotel Quality Plaza Makassar, jl. Somba Opu
                                    No. 235 Makassar, Sulawesi Selatan.

NARASUMBER DAN PESERTA

Pertemuan dibuka oleh Kepala Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluhan Provinsi Sulawesi Selatan yang didampingi oleh Pejabat Eselon III dan IV lingkup Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluhan Provinsi Sulawesi Selatan. Pertemuan dihadiri oleh peserta yang berasal dari Lembaga Penyuluhan Kabupaten/Kota dan Lembaga Teknis Kab/Kota, serta Koordinator Penyuluh selaku kepala Balai Penyuluhan tingkat Kecamatan di Kab/Kota. Adapun narasumber yang memberikan konfirmasi terkait evaluasi pelaksanaan RDKK dan dukungan kesiapan mendukung Program Prioritas Lingkup Pertanian, Perikanan dan Kehutanan adalah sebagai berikut :
  1. Kepala Bidang Kelembagaan dan Pembinaan Petani Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluhan Provinsi Sulawesi Selatan.
  2. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
  3. Direktur PT. Pertani Sulawesi Selatan.
  4. Direktur PT. Pupuk Kalimantan Timur.
  5. Direktur PT. Petrokimia Gresik.



HASIL PELAKSANAAN

Pemantapan Penyusunan RDKK, meliputi :
  1. Optimalisasi biaya operasional kegiatan pengawalan terkait penyusunan RDKK yang difasilitasi oleh dinas terkait tingkat Kab/kota.
  2. Perlunya penetapan format RDKK, agar tercipta keseragaman di tingkat petani. Dalam hal ini, ada ketetapan resmi agar tidak terjadi dualism format/blanko RDKK seperti yang terjadi dilapangan belakangan ini)
  3. Perlunya sosialisasi yang lebih optimal terhadap mekanisme pelaksanaan RDKK dan penyediaan kebutuhan kelompok yang tercantum dalam RDKK.
  4. Perlunya keterlibatan penuh pihak desa/kelurahan dalam proses penyusunan RDKK untuk lebih memaksimalkan pengawasan, pengawalan dan fasilitasi pelaksanaannya.
  5. Terkait penyusunan RDKK dengan pendampingan tenaga penyuluh, untuk lebih meningkatkan keterlibatan penuh seluruh anggota kelompok agar semua kebutuhan anggota kelompok dapat terakomodir dalam RDKK. Oleh karena itu, penyusunan RDKK harus didasarkan pada hasil keputusan bersama melalui forum kesepakatan bersama (pertemuan kelompok).
  6. Perlunya lebih mengintensifkan verifikasi terhadap RDKK yang telah disusun oleh kelompok. Verifikasi dalam hal ini dilaksanakan oleh penyuluh sebagai tenaga pendamping.

Optimalisasi Pelaksanaan/implementasi RDKK, meliputi :
  1. Terkait perolehan benih dan pupuk bersubsidi, kelompok tani harus memiliki RDKK sebagai syarat utama (perlu ada ketegasan dari pihak distributor/pengecer).
  2. Peran dan fungsi tim pengawas pupuk dan pestisida di tingkat Kab/Kota, agar lebih dimaksimalkan guna menghindari hal-hal yang sifatnya teknis akan mempengaruhi produktifitas usaha. Juga diharapkan bahwa Pengawasan dapat dilakukan oleh semua pihak khususnya terkait dengan penyaluran benih dan pupuk bersubsidi di tingkat petani.
  3. Benih/pupuk bersubsidi yang disalurkan di daerah (tingkat petani) sebaiknya adalah benih dan pupuk yang telah direkomendasikan oleh lembaga teknis, sekaligus mensosialisasikan penggunaan benih unggul dan pupuk berimbang untuk lebih meningkatkan produksi usaha.
  4. Peningkatan peran Balai Penyuluhan Kecamatan (BPK) terkait penyediaan benih, dengan memfasilitasi BPK sebagai tempat penangkaran benih, yang diharapkan bahwa Kab/Kota dapat mengembangkan penangkaran benih untuk mengoptimalkan pelayanan kebutuhan benih.
  5. Perlunya perlibatan Gapoktan sebagai pengecer di tingkat petani guna lebih memudahkan penyediaan benih dan pupuk bagi anggota kelompok. Hal ini perlu mendapat dukungan dari pihak penyedia benih dan pupuk.
  6. Perlunya memaksimalkan pengawasan terhadap penyaluran benih dan pupuk bersubsidi di tingkat petani agar tidak terjadi pelanggaran pelaksanaan penyalurannya.
  7. Kementerian Pertanian telah membentuk tim penyusunan harga benih yang akan turun ke daerah-daerah (22 Provinsi) untuk melakukan survey harga benih, terkait upaya mengantisipasi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).


Hal-hal yang perlu menjadi perhatian, meliputi :
  1. Terkait pendistribusian benih dan pupuk bersubsidi, perlu ada jaminan kualitas dan kuantitas hingga ke tingkat petani.
  2. Lahan usaha pertanian yang dipersyaratkan untuk mendapat pupuk bersubsidi adalah 2 Ha, tapi masih ada petani yang memiliki lahan di atas 2 Ha yang menggunakan pupuk bersubsidi. Begitupun yang terjadi pada sektor perikanan, yang diatas 1 Ha masih menggunakan pupuk bersubsidi.
  3. Masih terjadi penyaluran pupuk bersubsidi yang sifatnya lintas wilayah penyaluran, sehingga seringkali terjadi sulitnya memperoleh pupuk tersebut.
  4. Masih terdapat kenaikan harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditentukan, dengan alasan tambahan biaya operasional.
  5. Sebaiknya, selain pupuk bersubsidi juga disediakan pupuk non subsidi, agar tidak mempengaruhi usaha yang dijalankan.
  6. Masih adanya dibeberapa daerah kab/kota tingkat desa/kelurahan yang belum menikmati pupuk bersubsidi.
  7. Pengkajian teknologi yang dilaksanakan oleh Balai Penelitian untuk dapat diterapkan  ke tingkat lapangan.
  8. Optimalisasi daerah percontohan (demplot) di tingkat Kab/Kota sebagai acuan pembelajaran petani dan didampingi oleh tenaga penyuluh lapangan.
  9. KTNA sebagai kelompok besar pelaku utama, mengharapkan bahwa penyaluran benih  dan pupuk berdasarkan  pada kebutuhan petani (jumlah, luas areal, varietas, jenis), adanya jaminan pasar terkait peningkatan pendapatan. Selain itu, diharapkan juga untuk lebih mengintensifkan pembinaan tenaga teknis ke tingkat petani. Sehubungan dengan benih dan pupuk bersubsidi, perlu dipercepat penetapan subsidi tersebut karena kegiatan usaha sudah mulai berjalan.
  10. Pihak swasta perlu membangun kerjasama dengan kelompok tani khususnya pengguna pupuk organic.
  11. RDKK merupakan gambaran kebutuhan produksi berdasarkan pada luas lahan yang diusahakan, bukan pada luas lahan yang dimiliki seperti pemahaman petani selama ini.
  12. Pihak penyedia pupuk mengisyaratkan bahwa Gapoktan bias menjadi pengecer pupuk bersubsidi melalui evaluasi dan mekanisme yang telah ditentukan dalam Permendag no. 15 yang menjadi acuan tata niaga pupuk.
  13. Perlunya ada kesesuaian antara jadwal penyaluran subsidi dengan jadwal musim tanam.
  14. Dengan semakin banyaknya komoditi pertanian selain padi, maka diperlukan penambahan kuota benih dan pupuk bersubsidi melalui fasilitasi lembaga teknis (dinas pertanian).

Makassar, 27 Mei 2013
An.     Tim Penyusun,

Rachmady Azis, A.Pi MM




reff : http://rachmadyazis.blogspot.com/2013/06/pemantapan-penyusunan-rdkk-provinsi.html


Related video : PEMANTAPAN PENYUSUNAN RDKK PROVINSI SULAWESI SELATAN 2013


Previous
Next Post »